
METRO24, MEDAN – Sidang praperadilan yang diajukan Rahmadi, warga Tanjungbalai, atas dugaan kriminalisasi oleh Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumut berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Namun, sidang yang dipimpin hakim tunggal Cipto Hosari Nababan pada Kamis (27/3/2025) terpaksa ditunda karena pihak termohon, termasuk Kanit 1 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Sumut, Kompol Dedy Kurniawan, tidak hadir.
Rahmadi, melalui kuasa hukumnya, menuntut agar status tersangkanya dibatalkan serta meminta ganti rugi dan pemulihan nama baik.
Nama Kompol Dedy Kurniawan sempat berulang kali dipanggil melalui pengeras suara PN Medan, namun termohon tidak kunjung hadir.
“Setelah kami cek, relaas panggilan kepada para termohon dikirim melalui jasa pos pada 25 Maret 2025. Kemungkinan waktunya terlalu mepet. Jadi, akan kita panggil kembali termohon. Kalau saya ingin perkara ini cepat selesai. Kebetulan ini kan libur panjang. Sidang kita tunda, Senin depan (14/4/2025), ya, Pak?” kata hakim Cipto, yang kemudian dijawab dengan anggukan kepala dari penasihat hukum pemohon, Suhardi Umar Tarigan.
Usai sidang, Suhardi mengaku memahami alasan ketidakhadiran termohon dan tidak mempermasalahkannya.
“Yang penting, kita sudah mengajukan praperadilan atas ketidaksesuaian prosedur terkait penangkapan klien kami. Dalam proses penangkapan terjadi pemukulan dan tindakan-tindakan di luar Standar Operasional Prosedur (SOP). Ketika dilakukan penangkapan, penggeledahan, dan penunjukan barang bukti, aparat pemerintahan setempat tidak dilibatkan,” ujar Suhardi.
Selain itu, pihaknya sebagai kuasa hukum pemohon telah meminta Ditresnarkoba Polda Sumut memberikan turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kliennya, namun sempat tidak diberikan.
“Kasus ini kemudian kami laporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), baru kami mendapatkannya. Lucunya, kami menerimanya melalui jasa pos, bukan dari penyidik langsung,” ungkap Suhardi.
Lebih lanjut, ia menduga kuat adanya praktik kriminalisasi terhadap pemohon.
“Berdasarkan keterangan klien kami, barang bukti tersebut bukan miliknya,” katanya.
Selain itu, video di media sosial yang sempat viral serta pemberitaan di televisi nasional memperlihatkan Rahmadi dipukuli, ditendang, dan diinjak oleh penyidik Ditresnarkoba Polda Sumut. Saat mendampingi Rahmadi di Polda Sumut, Suhardi juga melihat luka lecet di punggung kliennya.
Sementara itu, menurut keterangan dari termohon yang disampaikan oleh Plt. Kabid Humas Polda Sumut, kasus ini merupakan pengembangan dari penangkapan seseorang berinisial An, kemudian Ad, dan akhirnya Rahmadi.
“Ternyata, dari BAP dan klarifikasi di Direktorat Resnarkoba Polda Sumut, kasus Rahmadi (pemohon praperadilan) bukanlah pengembangan dari tersangka lainnya. Bahkan, An dan Ad menyatakan bahwa narkotika yang dimaksud tidak ada hubungannya dengan Rahmadi,” tegas Suhardi.
Ia juga menyampaikan protes keras terhadap penyidik selaku termohon.
“Berdasarkan keterangan Rahmadi, dirinya diperiksa pada malam hari dan dipaksa menandatangani BAP,” ujarnya.
Dalam petitum praperadilan, Rahmadi melalui kuasa hukumnya meminta hakim tunggal menyatakan bahwa segala keputusan termohon terkait penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka terhadap dirinya dalam dugaan tindak pidana narkotika tidak memiliki kekuatan hukum tetap, mengikat, dan batal demi hukum.
Pemohon juga meminta hakim menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan lebih lanjut yang dikeluarkan oleh termohon terkait status tersangkanya, serta memerintahkan termohon untuk membebaskannya dari tahanan.
Selain itu, termohon juga diminta membayar ganti rugi materiil sebesar Rp240 juta dan imateriil sebesar Rp200 juta secara tunai dan sekaligus sejak putusan perkara ini ditetapkan.
Pemohon juga meminta termohon merehabilitasi nama baiknya dengan mempublikasikannya di sekurang-kurangnya lima media televisi nasional, media cetak nasional, serta 3 majalah nasional. (ansah)