METRO24, MEDAN – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mengaku sudah memeriksa Kepala Cabang BNI Medan soal kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) dengan nilai Rp65 miliar.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Kejati Sumut Idianto melalui Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan kepada wartawan, Kamis (5/9/2024).
“Sudah, diinformasikan pada saat penyidikan ada (diperiksa). Selain Kepala Cabang BNI Medan, ada juga teler yang pada saat pembayaran (diperiksa),” kata Yos.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deliserdang itu mengaku dari keterangan tersangka Fernando Munthe selaku Analis Kredit, ia bertindak sendiri. Tidak ada membuat analisa, yang ada oknum tersebut merekayasa.
“Demikian disampaikan ke kita sehingga kita sampaikan info yang tersampaikan tersebut untuk dapat diketahui,” ucap Yos.
Namun, saat disinggung sudah berapa banyak pejabat atau pihak BNI yang diperiksa di kasus dugaan korupsi ini, Yos belum bisa menjawabnya. Namun, Yos mengatakan untuk penyelidikan kasus ini tidak berhenti di sini saja.
“Tidak berhenti di dua tersangka saja. Apabila ada informasi lain akan disampaikan,” tandasnya.
Sebelumnya, Kejati Sumut sudah menetapkan 2 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) oleh Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Medan yang nilainya sebesar Rp65 miliar.
Adapun kedua tersangka yang ditahan usai menjalani pemeriksaan yakni Fernando Munthe selaku Analis Kredit dan Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU.
“Setelah ditetapkan tersangka, Kejati Sumut melakukan penahanan kepada kedua tersangka,” ujar Yos.
Yos menjelaskan permasalahan muncul berawal dari penawaran Fernando kepada Tan Andyono dengan tujuan pengajuan kredit oleh PT PJLU salah satunya adalah untuk penambahan modal kerja.
Salah satu jaminan kredit yang diajukan oleh PT PJLU merupakan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kapasitas 45 Ton/Jam, berikut sarana perlengkapannya.
“Dalam prosesnya, tersangka Fernando sengaja tidak melakukan analisa terhadap PT PJLU, seharusnya PT PJLU tidak layak diberikan kredit. Oleh analis kredit justru menyetujui permohonan Direktur PT PJLU yang membuat permohonan pengajuan pinjaman tidak sesuai dengan nilai agunan yang diajukan,” ungkap Yos.
Lebih lanjut Yos menyampaikan berdasarkan perhitungan audit independen, bahwa nilai kredit yang dikucurkan kepada PT PJLU sebesar Rp65 miliar yang terindikasi sebagai peristiwa tindak pidana korupsi dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp36,9 miliar lebih.
“Bahwa dengan tidak dilakukannya analisa oleh Fernando selaku Analis Kredit terhadap kemampuan PT PJLU mengakibatkan PT PJLU tidak melunasi kewajibannya pada tahun 2020 dan berakhir dengan dilelangnya jaminan PT PJLU dengan harga jauh di bawah nilai taksasi yang ditetapkan oleh Fernando pada awal pemberian kredit,” pungkas Yos. (ansah)