
METRO24.CO, MEDAN – Anggota DPRD Sumatera Utara Komisi C, HM Subandi, ST.MM, menyatakan sikap terhadap kasus siswa SMA Negeri 8 Sumatera Utara yang tinggal kelas diduga karena orang tua siswa tersebut melaporkan tindak pidana korupsi dilakukan Kepala Sekolah Negeri 8. Hal ini disampaikan pada diskusi dengan media lewat aplikasi whatsaap pada Minggu (23/6/2024).
“Terkait dengan adanya informasi itu saya menyampaikan beberapa hal yang terkait dengan hal tersebut. Saya melihat ada beberapa kasus di SMA Negeri 8 yang melibatkan Kepala Sekolah SMA Negeri 8”, tutur Subandi.
“Jejak digital tidak bisa hilang, ada kasus siswa yang merekam kejadian di sekolah ketika guru tidak hadir di sekolah sehingga siswa tidak kondusif dan melakukan tindakan yang melanggar etika sebagai siswa, lalu kejadian itu di upload oleh siswa yang merekam dan disanksi oleh Kepala Sekolah”paparnya.
“Seharusnya jika ada informasi seperti itu, Kepala Sekolah bersyukur sebab selalu penanggung jawab sekolah dapat mengetahui ada kejadian yang tidak terpantau oleh dirinya, gara – gara diupload dia jadi mengetahui dan dapat mengambil solusi terbaik ,agar tidak terjadi kekosongan KBM dan mengakibatkan tindakan siswa yang melanggar aturan sekolah”lanjutnya.
Subandi berpendapat seharusnya berterima kasih kepada siswa yang memberikan informasi bukannya sebagai Kepala Sekolah menunjukkan kekuasaannya dan menuduh siswa yang meng-upload merusak nama sekolah dan nama pemerintah Sumatera Utara khusunya Dinas Pendidikan Sumatera Utara.
“Dalam hal ini Pemerintah Sumatera Utara khususnya Dinas Pendidikan Sumatera Utara tidak ada yang dirugikan atas hal tersebut. Masih ada beberapa kasus yang memperlihatkan ketidak becusan Kepala Sekolah sehingga terjadi hal tersebut”,tegas Politisi Gerindra ini.
Terkait dengan kasus tinggal kelasnya siswa SMA Negeri 8 Subandi melihat ada unsur bersifat dendam yang dilakukan kepada siswa. Karena menurut dirinya yang juga mantan guru serta mantan Kepala Sekolah ,harus berpikir bagaimana caranya agar anak didiknya sukses dalam pendidikan, bukan memberikan sanksi kepada siswa yang tidak patuh atau yang tidak mampu membayar uang sekolah.
“Kalaupun misalnya sanksi tersebut karena ketidak mampuan orang tua murid dan adanya indikasi pungutan – pungutan dari pihak sekolah dan orangtua murid menganggap itu pungli dan menjadi dendam kepada orang tua lalu berimbas kepada anaknya, saya berpikir tindakan orang tua itu benar dan bisa saja terjadi”ungkap Subandi lagi.
“Sebab semua pungutan sekolah jelas diatur dalam Permendikbud no.44 tahun 2012 dan Permendikbud no.75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah dimana jika ada siswa yang tidak mampu ya ditanggung sekolah. Karena tujuan kita terhadap pendidikan sebenarnya bagaimana pendidikan itu gratis dan tidak menjadi beban bagi orang tua. Jadi jika ada pihak sekolah mengabaikan hal itu, berarti kita mengkhianati Undang – Undang”jelas Subandi.
Untuk kasus siswa SMA Negeri Negeri 8 tersebut, Subandi berpendapat akar masalah itu ada pada Kepala Sekolah SMA Negeri 8 itu sendiri dan menyarankan sebaiknya Kepala Sekolah tersebut dicopot dan diganti.
“Mungkin beliau (Kep.Sek.SMA.8 red.) belum merasakan bagaimana sulitnya orang tua murid untuk mengusahakan anak mereka bisa bersekolah sehingga dengan mudahnya memberikan sanksi. Dan saya juga sudah mengikuti beberapa penjelasan saat dipanggil Ombudsman tentang kasus – kasus di SMA 8 ini”,ungkap Subandi.
“Sebagai tokoh pendidikan di Sumatera Utara saya sangat menyesalkan tindakan Kepala Sekolah SMA Negeri 8 Sumut yang mencoreng dunia pendidikan kita. Yang seharusnya orang yang tidak mampu itu dicarikan beasiswa dan biaya agar anaknya bisa bersekolah bukannya memberikan sanksi dan hukuman,” lanjut Subandi.
“Jika sempat siswa tersebut putus sekolah akan merusak generasi kita karena ketidak mampuan itu akan menjadi alasan menciptakan kejenuhan atau kemalasan untuk bersekolah sebab tidak punya uang sehingga menimbulkan masalah baru. Jadi saya pikir Kepala Sekolah SMA Negeri 8 tidak layak menjadi pemimpin di sekolah tersebut, saya minta dicopot saja sebelum kejadian seperti ini terulang kembali dan menimbulkan keresahan di sekolah itu dan lingkungan pendidikan di Sumatera Utara,” tegas Subandi diakhir perbincangan. (BES).