METRO24, MEDAN – Kuasa hukum penggugat dalam perkara gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap PT Jaya Beton Indonesia, Bambang H. Samosir, SH, MH, mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan agar berlaku adil dan objektif dalam memutuskan perkara.
Permintaan ini disampaikan setelah mendengar keterangan saksi ahli Hukum Perdata, Prof Dr Tan Kamello, S.H.,M.S.,FCBArb dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU), yang menilai sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT Jaya Beton Indonesia sebagai tergugat mengalami cacat hukum.
Dalam keterangannya, Bambang menekankan pentingnya pertimbangan hukum yang adil dalam perkara ini, mengingat nilai lahan yang dipersengketakan mencapai Rp642 miliar.
“Kami berharap majelis hakim memutus perkara ini dengan dasar keadilan dan tidak ada intervensi. Keterangan ahli yang dihadirkan telah menyatakan adanya cacat hukum dalam HGB tergugat, sehingga kami memohon majelis hakim mempertimbangkan aspek hukum ini secara mendalam,” ujar Bambang di Ruang Sidang Cakra 5, PN Medan, Selasa (5/11/2024).
Prof. Tan Kamello, dalam kapasitasnya sebagai saksi ahli, menyatakan bahwa HGB PT Jaya Beton Indonesia dianggap cacat karena proses perolehannya tidak memenuhi prinsip itikad baik yang diatur dalam KUHPerdata. Menurutnya, pembeli yang tidak berhati-hati dalam memverifikasi kepemilikan lahan dan asal usulnya dapat menimbulkan potensi pembatalan sertifikat melalui keputusan pengadilan.
“Jika tergugat memiliki itikad baik, tentu sertifikat ini dapat diperbaiki, namun bila tidak, pengadilan memiliki wewenang membatalkannya,” jelas Prof. Tan.
Kuasa hukum penggugat juga menyampaikan keprihatinan terhadap adanya potensi upaya untuk mengaburkan fakta hukum dalam sidang ini.
“Kami ingin proses ini berjalan lurus sesuai hukum, tanpa pengaruh oknum-oknum yang mungkin mencoba membelokkan kebenaran,” tegas Bambang.
Pada sidang sebelumnya, majelis hakim yang diketuai oleh Lenny Megawaty Napitupulu juga telah mendengar kesaksian Dodi Erlindo, anak dari pemilik lahan sebelumnya, almarhum Nusril. Dodi menjelaskan bahwa lahan tersebut awalnya milik ayahnya dan kemudian dijual kepada Ir. Rajasa Sula Sawirfin pada tahun 1980-an. Dodi menyebutkan, almarhum ayahnya sempat memberitahu bahwa lahan tersebut kini dikuasai oleh PT Jaya Beton Indonesia.
Selain itu, hakim anggota Frans Manurung memerintahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan untuk menghadirkan warkah atau dokumen kepemilikan lahan guna memperjelas asal usul lahan yang disengketakan. “Kami meminta BPN segera membawa warkah ke persidangan agar dapat melihat dengan jelas riwayat kepemilikan lahan ini,” ucap Frans Manurung.
Sidang ini akan dilanjutkan pada 26 November 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli hukum agraria, Prof. M. Yamin dari FH USU, yang akan memberikan penjelasan terkait aspek kepemilikan dan permasalahan agraria dalam kasus tersebut. (ansah)