
METRO24, MEDAN – Kasus suap seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat tahun 2023 memasuki babak baru.
Lima terdakwa yang terdiri dari pejabat tinggi hingga kepala sekolah kompak dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan (18 bulan) penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (3/7/2025).
Kelima terdakwa itu yakni Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat Eka Syaputra Depari, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Langkat Saiful Abdi, Kasi Kesiswaan SD Dinas Pendidikan Langkat Alex Sander, serta dua kepala sekolah dasar Awaluddin dan Rohayu Ningsih.
JPU Nurul Wahida menyatakan kelimanya terbukti melanggar Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menuntut para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun 6 bulan dan denda Rp50 juta, subsider 3 bulan kurungan,” ujar JPU dalam sidang.
JPU menyebut hal yang memberatkan adalah perbuatan para terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sedangkan hal meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama persidangan, dan mengakui perbuatannya.
Majelis hakim yang diketuai Nazir menunda sidang dan menjadwalkan pembacaan pleidoi atau nota pembelaan pekan depan.
Dalam dakwaan sebelumnya, JPU membeberkan bagaimana praktik suap ini terjadi. Setelah ditetapkannya formasi penerimaan ASN tahun 2023, termasuk 800 formasi untuk guru di Langkat, terdakwa Saiful Abdi memerintahkan Alex Sander mencari peserta seleksi PPPK yang bersedia membayar Rp40 juta untuk bisa diluluskan.
Alex lantas melibatkan dua kepala sekolah, Awaluddin dan Rohayu Ningsih, untuk merekrut peserta. Namun, tarif suap dinaikkan menjadi Rp60 juta hingga Rp70 juta per peserta. Uang hasil suap kemudian dikumpulkan dan diserahkan kepada Saiful Abdi dan Eka Syahputra Depari.
Sebagian uang disisihkan sebagai “komisi” oleh perantara seperti Awaluddin dan Alex. Total ada puluhan calon guru yang diduga ikut dalam praktik ini, dengan nilai kutipan bervariasi antara Rp35 juta hingga Rp70 juta.
Untuk meluluskan peserta yang menyetor uang, mekanisme seleksi yang semula berbasis sistem Computer Assisted Test (CAT) diubah. Para terdakwa menghadap Plt Bupati Langkat saat itu, Syah Afandin alias Ondim, dan mengusulkan tambahan Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) yang bersifat subjektif.
Modifikasi ini membuka celah agar peserta yang membayar bisa menggeser peserta yang memiliki nilai CAT tinggi namun tak ikut “menyetor”. (ansah)