
METRO24, JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menegaskan komitmennya mengawal proses hukum kasus dugaan korupsi proyek tol Cisumdawu yang tengah bergulir di Pengadilan Tipikor Bandung.
MAKI memuji langkah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) yang mematuhi instruksi Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumedang untuk memblokir dana ganti rugi lahan proyek tersebut.
Pemblokiran dilakukan untuk memastikan dana tidak disalahgunakan sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, meski BTN kini menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang diduga berusaha mencairkan dana tersebut secara tidak sah.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengatakan bahwa Kejari Sumedang pada 6 Juni 2024 telah meminta BTN untuk melakukan pemblokiran terhadap uang ganti rugi (UGR) kepada pemilik lahan yang dibebaskan. Pasalnya, proyek jalan tol tersebut masuk dalam penyidikan karena adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait pengalihan hak kepemilikan tanah.
Namun, kata Boyamin, pada saat persidangan Tipikor masih berlangsung, terdapat dugaan pihak-pihak yang tidak berwenang melakukan tekanan kepada BTN untuk mencairkan UGR kepada pihak ahli waris, yang sebenarnya belum tentu berhak atas sejumlah UGR tersebut.
“Pihak-pihak yang melakukan tekanan ini dapat dikategorikan melakukan perbuatan menghalangi penegakan hukum perkara korupsi (Obstruction of Justice), dan dapat dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman penjara lima tahun,” ujar Boyamin dalam keterangan rilisnya, Sabtu (28/12/2024).
Seperti diketahui, sejumlah pihak sebelumnya menuduh BTN melakukan perbuatan melawan hukum karena menolak menyerahkan UGR Tol Cisumdawu yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Sumedang pada 1 Juli 2024 kepada prinsipal. Menurut para pihak tersebut, keputusan PN Sumedang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga pemblokiran yang dilakukan BTN terhadap UGR dinilai “cacat hukum” dan dapat mengganggu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Boyamin mengungkapkan, MAKI memberikan peringatan kepada para pihak yang memperkarakan BTN untuk menghentikan tekanan yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, MAKI berencana melaporkan para pihak tersebut kepada Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sangkaan menghalangi penegakan hukum perkara korupsi.
“Bank BTN telah benar tidak mencairkan uang ganti rugi sebelum adanya putusan incracht perkara korupsinya dan justru akan menerima risiko hukum apabila mencairkan uang ganti rugi sebelum adanya putusan incracht. Bank BTN tidak boleh tunduk atas ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut,” tegas Boyamin.
Dalam persidangan perkara dakwaan korupsi Tol Cisumdawu pada 12 Desember 2024, terdapat 5 orang terdakwa, yakni H. Dadan Setiadi Megantara (Pemilik lahan di Desa Cilayung), Agus Priyono (Pensiunan Pegawai Negeri Sipil Badan Pertanahan Nasional Sumedang) yang pada saat itu bertugas sebagai Ketua Satgas B Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Tol Cisumdawu, Atang Rahmat (Mantan Anggota Tim P2T), Mono Igfirly (Pejabat Kantor Jasa Penilai Publik/KJPP), dan Mushofah Uyun (Mantan Kepala Desa Cilayung).
Menurut dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Sumedang dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Panji Surono, kasus ini bermula pada tahun 2019-2020 saat dilaksanakan pembebasan lahan untuk pembangunan Jalan Tol Cisumdawu seksi 1 di Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Terhadap pengajuan ke sembilan bidang tanah tersebut telah diketemukan adanya perbuatan melawan hukum berupa Pengalihan Hak Kepemilikan setelah adanya Penetapan Lokasi berdasarkan Keputusan Gubernur No 620/Kep-824-Sarek/2005 tanggal 29 Agustus 2005 tentang penetapan lokasi Pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan.
Di sisi lain, terdapat dugaan manipulasi data hak kepemilikan dan dugaan penilaian ganti kerugian yang tidak wajar berupa mark up, dimana lahan dinilai Rp6 juta per meter padahal harga pasaran yaitu sekitar Rp1 juta hingga Rp3 juta, sehingga diduga kerugian negara setidaknya mencapai Rp130 miliar.
Boyamin menjelaskan, pada bulan Juli 2024, MAKI telah mendatangi Kejari Sumedang untuk memberikan dukungan penegakan hukum perkara korupsi tersebut. Berdasarkan informasi, saat ini JPU pada Kejari Sumedang tengah mengupayakan izin penyitaan atas UGR kepada Ketua Pengadilan Negeri/Tipikor Bandung.
Dalam situasi ini, MAKI menghimbau semua pihak untuk menghormati proses persidangan yang sedang berlangsung dan tidak melakukan tekanan yang justru akan menjerumuskan pihak-pihak lain, termasuk BTN, untuk melanggar hukum.
“Putusan pengadilan bisa saja merampas semua uang ganti rugi atau hanya sebagian yang akan diberikan kepada yang berhak atas uang ganti rugi tersebut,” pungkas Boyamin. (ansah)