METRO24, MEDAN – Sidang gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terkait penguasaan lahan seluas 13 hektare senilai Rp642 miliar dengan tergugat pihak PT Jaya Beton Indonesia (JBI) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (3/12/2024).
Lindawati dan Afrizal Amris, sebagai penggugat, melalui kuasa hukum mereka, menghadirkan Prof. Dr. M. Yamin Lubis, seorang ahli agraria, untuk memberikan keterangan.
Prof Yamin dalam keterangannya menyatakan sertifikat yang dimiliki oleh PT JBI bukanlah bukti mutlak dari kepemilikan sebuah tanah. Namun, hak kepemilikan itu merupakan siapa yang pertama kali hadir untuk menguasai tanah tersebut secara legal.
“Hak kepemilikan itu berdasarkan siapa yang pertama kali menguasai tanah tersebut secara legal. Siapa yang memiliki bukti paling sah, itulah yang berhak. Sertifikat tanah hanya merupakan alat bukti kuat, tetapi bukan bukti mutlak kepemilikan,” kata Prof Yamin.
Menanggapi hal tersebut, tim kuasa hukum penggugat mengatakan, berdasarkan penjelasan dari ahli yang dihadirkan bahwasanya perbuatan yang dilakukan oleh tergugat merupakan perbuatan melawan hukum. Kemudian, tergugat juga tidak mempunyai hak atas objek tanah yang saat ini diperkarakan.
“Baik, terkait hasil sidang yang sudah dihadiri oleh dua saksi ahli. Pertama Prof Tan Kamelo menyatakan perbuatan ini adalah perbuatan melawan hukum. Dan dari keterangan beliau sudah sangat jelas.
Unsur dari perbuatan melawan hukum sudah terpenuhi,” tegas Bambang Samosir.
“Yang kedua Prof Yamin, juga sudah jelas menyatakan kepemilikan ini sudah sah yang memiliki itu penggugat. Jadi terhadap pihak tergugat tidak punya hak milik terhadap tanah yang sekarang dalam objek perkara,” sambungnya.
Bambang juga mengkritisi terhadap saksi yang dihadirkan oleh PT JBI, yang dimana, pihaknya menilai saksi tersebut tidak mengetahui asal dan usul tanah tersebut.
“Kemudian, yang mau saya kritisi adalah, yang paling penting itu ada dua orang saksi yang diberikan oleh tergugat. Yang dua duanya ini, menurut kami berdasarkan keteranganya mereka tidak mengetahui asal-usul tanah. Hanya penduduk setempat. Kedua, itu saksinya bekas orang yang bekerja untuk PT Jaya Beton, GM posisi terakhirnya. Dia juga gak tahu asal-usul tanah itu, dan hanya tahu ini HGB,” ujar Bambang.
Hal senada juga disampaikan oleh Dwi Ngai Sinaga, ia juga meminta kepada majelis hakim agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan.
Kemudian, Benri juga menyampaikan hal yang serupa seperti yang diutarakan oleh Bambang dan Dwi Ngai. Pihaknya sangat berharap kepada majelis hakim agar bisa melihat perkara ini dengan objektif dan sesuai dengan keilmuan.
“Jadi kita harap dari keterangan dua ahli ini kita harapkan pada majelis hakim. Supaya melihat ini dengan benar dan objektif memutuskan perkara ini sesuai dengan keilmuan dan takut akan Tuhan, itu harapan kita,” tutup Benri. (ansah)