
METRO24.CO, BATU BARA – Proyek pembangunan ruang Cytotoxic di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) H. Ok. Arya Zulkarnain, Kabupaten Batu Bara, senilai Rp. 1.315.073.722,- kian menuai tanda tanya terkait transparansi proses pengadaannya. Bahkan mungkin situasi seperti ini baru terjadi, setelah era pemerintahan sekarang.
Proyek dengan kontrak Nomor. 3211/PK/PPK/SP/RSUD-BATU BARA/VI/2025) dan masa pelaksanaannya selama 150 hari tersebut, dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Batu Bara TA. 2025.
Terkait proyek inipun dimuat dalam papan plank proyek yang terkesan disembunyikan ditempat tertutup, dikerjakan oleh CV. Ridho Pratama sebagai penyedia dan CV. Eka Gautama Consultant sebagai konsultan, dan sampai kini belum memberikan kejelasan mengenai metode pengadaan (lelang) yang digunakan.
Banyak pihak yang mempertanyakan transparansi sistem pengadaan proyek, namun Faisal Ardi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek ini, dengan entengnya mengatakan bahwa sistem lelang Pembangunan Cytotoxic RSUD OK Arya E-Katalog tertutup.
Tak kalah mengherankan, sesudah media ini mencoba menelusuri pada Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sama sekali tidak menemukan proyek yang dimaksud. Baik di tingkat LPSE lokal Batu Bara maupun LPSE Nasional sebagaimana yang sebelumnya disebutkan oleh Faisal.
PPK proyek Faisal sendiri sempat mengklaim dan menyebut tentang informasi proyek Pembangunan Cytotoxic ini ada tayang di LPSE pusat, akan tetapi sayangnya. Kala diminta menunjukkan bukti yang valid, Faisal terkesan mengelak dan tak menjawab pertanyaan awak media ini.
Anehnya beberapa saat kemudian, Faisal kembali menyatakan bahwa publikasi atas proyek tersebut menggunakan “etalase Asahan” Jelas hal ini semakin menambah kebingungan, seperti berbelit-belit Faisal Ardi berusaha menjelaskan lewat pesan Whatsapp bahwa penayangan proyek sistem e-katalog dibolehkan melalui etalase daerah lain yakni LPSE Asahan.
Padahal menurut HF Lubis salahseorang pemerhati Pembangunan di Batu Bara yang juga pernah menjadi PPK di Pemerintahan, mengatakan seharusnya PPK Proyek tersebut dapat menjelaskan dan menunjukkan portal LPSE yang dimaksud, baik itu Asahan, Simalungun, atau lainnya.
“Ketidakjelasan ini menimbulkan pertanyaan mengenai mekanisme pengadaan yang sebenarnya digunakan, apakah melalui tender terbuka, e-Katalog, atau swakelola. Ketidakhadiran informasi proyek di LPSE menimbulkan kekhawatiran akan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ucapnya.
Lebih jauh diungkapkan HF Lubis, sesuai peraturan bahwa seluruh pengadaan barang dan jasa pemerintah harus diumumkan melalui LPSE. Kecuali dalam kondisi darurat atau pengadaan barang rahasia, oleh karena itu, diharapkan pihak terkait dapat memberikan klarifikasi dan penjelasan yang transparan mengenai proses pengadaan proyek Pembangunan Cytotoxic RSUD Batu Bara ini untuk menjaga kepercayaan publik. (Bimais)