METRO24, LANGKAT –– Belum lama ini publik dikejutkan oleh viralnya foto beberapa orang guru Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Langkat yang pamer foto kalender bergambar Calon Anggota Legislatif (Caleg) PAN DPRD Sumut atas nama Fitrah Suriadi dan Caleg PAN DPRRI Nasril Bahar. Menariknya, Fitrah Suriadi sendiri merupakan putra kandung dari Kepala Dinas Pendidikan Syaiful Abdi.
Nah, hal ini tentu saja membuat publik menjadi curiga, jangan-jangan Kadis Pendidikan Syaiful Abdi diduga sengaja mengarahkan guru-guru SD berstatus ASN untuk memenangkan dan berpihak kepada Fitrah Suriadi caleg peserta pemilu yang merupakan anak kandungnya menang dan terpilih menjadi Anggota DPRD Sumut di kontestasi Pileg 2024.
Setelah berita ini viral, kini satu persatu dari para guru-guru tersebut, mulai berani angkat suara. Mereka membenarkan memang dipaksa untuk mendukung serta memenangkan anak Kadis Pendidikan Langkat yang ikutan nyaleg dari PAN.
“Kami tak mau buka mulut, tetapi kan sudah pada tahu, ada satu caleg yang sudah ke sekolah-sekolah melakukan sosialisasi untuk Pileg 2024. Kalau kami tidak mendukung, mungkin jabatan kami bisa terganggu,” sebut beberapa Guru SD di Langkat yang meminta namanya dirahasiakan,” sebutnya.
Tak hanya sekedar dukung mendukung, sedihnya lagi para guru tersebut juga mengaku dipaksa membuat Alat Peraga Kampanye (APK) seperti baliho bergambar caleg dimaksud untuk disosialisasikan dengan memakai uang pribadi. Hal ini tentu saja sudah melanggar netralitas ASN dalam pelaksanaan pemilu.
Ya, setiap ASN memang dituntut untuk menjaga netralitas di Pemilu 2024, karena sanksinya jelas bisa di pidana dan di denda. Secara aturan, setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) baik itu guru dilarang terlibat menjadi tim sukses peserta Pemilu dan mengarahkan kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu.
Untuk sanksinya baik kepada ASN maupun orang yang mengarahkan ASN yang memang terbukti melanggar hal tersebut bisa di pidana.
Adapun sanksinya adalah setiap Aparatur Sipil Negara, Anggota TNI dan Polri, Kepala Desa, Perangkat Desa dan/atau anggota permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 Juta (Pasal 494 UU Pemilu). (bay)